Masa-masa revolusi fisik merupakan
masa yang cukup berat bagi bangsa Indonesia, oleh karena itu, bangsa Indonesia
berjuang untuk merebut kembali wilayah yang menjadi miliknya melalui perjuangan
diplomasi maupun mengangkat senjata.
Negara-negara Boneka Bentukan Belanda
Berbagai macam cara telah dilakukan
Belanda untuk menanamkan kekuasaannya kembali di Indonesia dengan membonceng
pasukan sekutu Inggris dan juga melalui pembentukan Negara-negara bagian dalam
wilayah Republik Indonesia.
Pembentukan Negara-negara boneka bertujuan untuk mengepung
kedudukan pemerintahan Republik Indonesia atau mempersempit wilayah kekuasaan
Republik Indonesia. Pemerintah Indonesia selalu menuntut wilayah Indonesia
adalah wilayah bekas jajahan Hindia Belanda, yaitu dari Sabang sampai Merauke.
Tetapi, wilayah yang diakui oleh Belanda adalah wilayah Jawa dan Sumatera.
Sementara di daerah-daerah tersebut juga telah berdiri Negara-negara boneka.
Setiap Negara bagian ciptaan Belanda dikepalai oleh orang
Indonesia yang ditunjuk oleh Belanda. Melalui Negara-negara boneka ciptaannya
itulah pihak belanda membentuk Pemerintahan Federal dengan Van Mook sebagai
kepala pemerintahannya.
Negara-negara Boneka Bentukan Belanda
Negara
|
Tahun Berdiri
|
Wilayah Kekuasaan
|
Wali Negara
|
Negara Indonesia Timur
|
Desember 1946
|
Sebelah timur Selat Makassar dan Selat
Bali
|
Cokorda Gde
Raka Sukawati
|
Negara Sumatera Timur
|
Disetujui 25 Desember 1945
Diresmikan 16 Februari 1947
|
Medan dan sekitarnya
|
Dr.Mansur
|
Negara Sumatera Selatan
|
30 Agustus 1948
|
Palembang dan sekitarnya
|
Abdul Malik
|
Negara Jawa Timur
|
26 November 1948
|
Surabaya, Malang, dan daerah-daerah
sebelah Timur hingga ke Banyuwangi
|
R.T Kusumonegoro
|
Negara Pasundan
|
26 Februari 1948
|
Wilayah Priangan, Jawa Barat dan
sekitarnya
|
R.A.A Wiranatakusumah
|
Negara Madura
|
16 Januari 1948
|
Pulau Madura dan sekitarnya
|
Cakraningrat
|
Daerah-daerah otonom
-Kalilmantan Barat
-Dayak Besar
-Banjar
-Kalimantan Tenggara
-Jawa Tengah
-Bangka, Belitung, dan Riau
|
Oktober 1946
Desember 1946
Januari 1948
Maret 1947
Maret 1949
Januari 1947
|
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Banjar dan sekitarnya
Pulau Laut dan daerah yang
berseberangan dengan Kalimantan Tenggara seperti daerah Pagetan, Cantung dan
Sampangan
Banyumas, Pekalongan, Semarang
Kepulauan Riau, Bangka, dan Belitung
|
Sultan Hamid II
|
2. Perjanjian Roem-Royen
Perjanjian Roem-Royen merupakan
perundingan yang membuka jalan ke arah terlaksananya Konferensi Meja Bundar
(KMB) yang menjadi cikal bakal terwujudnya NKRI yang utuh. Perundingan ini
dilakukan untuk meredakan konflik Indonesia-Belanda setelah bangsa Indonesia
dengan gigih mempertahankan wilayahnya dari segala agresi Belanda, dan diakhiri
dengan jalan diplomasi.
Atas inisiatif
komisi PBB untuk Indonesia, maka pada tanggal 14 April 1949 diselenggarakan
perundingan di Jakarta di bawah pimpinan Merle Cochran Anggota Komisi dari
Amerika Serikat. Delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Mr.Moh.Roem dan
delegasi Belanda dipimpin oleh Dr. H.J. Van Royen.
Pernyataan
pemerintah Republik Indonesia dibacakan oleh Mr. Moh. Roem yang berisi antara
lain :
a. Pemerintah Republik Indonesia akan
mengeluarkan perintah penghentian perang gerilya
b. Kerja sama dalam hal pengembalian perdamaian
dan menjaga keamanan serta ketertiban
c. Turut serta dalam KMB yang bertujuan
untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang lengkap dan tidak bersyarat kepada
Negara Republik Indonesia Serikat
Kemudian pernyataan delegasi Belanda dibacakan oleh Dr. H.J Van Royen
yang berisi antara lain :
a. Pemerintah Belanda setuju bahwa
pemerintah Republik Indonesia harus bebas dan leluasa melakukan kewajiban dalam
satu daerah yang meliputi Karesidenan Yogyakarta.
b. Pemerintah Belanda membebaskan secara
tak bersyarat pemimpin-pemimpin Republik Indonesia dan tahanan politik yang
ditawan sejak tanggal 19 Desember 1948.
c. Pemerintah Belanda setuju bahwa
Republik Indonesia akan menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat.
d. Konferensi Meja Bundar (KMB) akan
diadakan secepatnya di Den Haag sesudah pemerintah Republik Indonesia kembali
ke Yogyakarta.
Pemerintah darurat Republik Indonesia
di Sumatera memerintahkan Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk mengambil alih
pemerintahan Yogyakarta dari pihak Belanda.
Pada tanggal 22 Juni 1949, diselenggarakan perundingan
segitiga antara Republik Indonesia, BFO dan Belanda. Perundingan itu diawasi
PBB yang dipimpin oleh Chritchley menghasilkan 3 keputusan yaitu:
a. Pengembalian pemerintahan Republik
Indonesia ke Yogyakarta yang akan dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 1949.
b. Perintah penghentian perang gerilya.
c. KMB akan dilaksanakan di Den Haag.
Pada tanggal 1 Juli 1949 pemerintah Republik Indonesia secara
resmi kembali ke Yogyakarta. Panglima Besar Jendral Soedirman tiba kembali di
Yogyakarta tanggal 10 Juli 1949. Pada tanggal 13 Juli 1949 diselenggarakan
sidang cabinet Republik Indonesia yang pertama. Mr. Syafruddin Prawiranegara
mengembalikan mandatnya kepada Wakil Presiden, Moh. Hatta, mengangkat Sri
Sultan Hamengkubuwono IX menjadi Menteri Pertahanan merangkap Ketua Koordinator
Keamanan.
3. Konferensi Inter-Indonesia
Konferensi ini diselenggarakan pada bulan Juli dan Agustus
1949. Hasilnya antara lain:
a. Negara Indonesia Serikat disetujui
dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan demokrasi dan
federalism (serikat).
b. RIS akan dikepalai oleh seorang
presiden dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada presiden
c. RIS akan menerima penyerahan
kedaulatan, baik dari Republik Indonesia maupun dari Kerajaan Belanda
d. Angkatan Perang RIS adalah Angkatan
Perang Nasional, dan Presiden RIS adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS
e. Pembentukan Angkatan Perang RIS
adalah semata-mata soal bangsa Indonesia sendiri. Angkatan Perang RIS akan
dibentuk oleh Pemerintah RIS dengan inti dari TNI dan KNIL serta
kesatuan-kesatuan Belanda lainnya.
4. KMB (Konferensi Meja Bundar) dan
Pengakuan Kedaulatan
Pada bulan Agustus 1949, Presiden
Soekarno sebagai Panglima Tertinggi di satu pihak dan Wakil Tinggi Mahkota
Belanda di pihak lain, mengumumkan perintah penghentian tembak-menembak.
Perintah itu berlaku efektif mulai tanggal 11 Agustus 1949 untuk wilayah Jawa
dan 15 Agustus 1949 untuk wilayah Sumatera.
Pada tanggal 4 Agustus 1949
pemerintah Republik Indonesia menyusun delegasi untuk menghadiri KMB yang
terdiri atas Drs. Moh. Hatta (ketua), Mr. Moh. Roem, Prof. Dr. Soepomo, dr. J.
Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo, Ir. Djuanda, dr.Sukiman, Mr.Suyono Hadinoto,
Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel T.B
Simatupang dan Mr. Muwardi. Delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dari
Kesultanan Pontianak.
Pada tanggal 23 Agustus 1949, KMB
dimulai di Den Haag, Belanda. Konferensi berlangsung sampai tanggal 2 Nopember
1949 dan hasilnya sebagai berikut:
a. Belanda mengakui Republik Indonesia
Serikat (RIS) sebagai Negara merdeka dan berdaulat.
b. Status Karesidenan Irian Barat
diselesaikan dalam waktu setahun sesudah pengakuan kedaulatan.
c. Akan dibentuk Uni-Indonesia-Belanda
berdasarkan kerja sama sukarela dan sederajat.
d. RIS mengembalikan hak milik Belanda
dan memberikan hak konsesi dan izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
e. RIS harus membayar semua utang
Belanda yang ada sejak tahun 1942.
Sementara itu pada tanggal 29 Oktober 1949 dilakukan
penandatanganan Piagam Persetujuan Konstitusi RIS. Selanjutnya KNIP bersidang
dari tanggal 6-14 Desember 1949 untuk membahas hasil-hasil itu. Pemungutan
suara dengan KNIP menerima hasil KMB.
Pada tanggal 14 Desember 1949 didakan pemilihan Presiden RIS
dengan calon tunggal Ir.Soekarno, kemudian dilantik dan diambil sumpahnya pada
tanggal 17 Desember 1949. Cabinet RIS pertama dan satu-satunya dipimpin Drs.
Moh. Hatta dilantik oleh presiden pada tanggal 20 Desember 1949. Kemudian pada
tanggal 23 Desember 1949 delegasi RIS berangkat ke Belanda unuk menandatangani
akte penyerahan kedaulatan.
Pada tanggal 27 Desember 1949, baik di Indonesia maupun di
Belanda diadakan upacara penandatanganan akte penyerahan kedaulatan. Pihak
Belanda yang hadir pada waktu itu antara lain Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr.
Willem Drees, dan Menteri Seberang Lautan A.M.J.A Sasseu. Pihak RIS diwakili
oleh Drs. Moh. Hatta.
Pada tanggal 29 Januari 1950, Jenderal Soedirman meninggal
dunia pada usia 32 tahun.
5. Peran PBB (Perserikatan
Bangsa-Bangsa)
PBB turut membantu dan berusaha menyelesaikan
pertikaian bersenjata antara Indonesia dan Belanda selama masa revolusi fisik
(1945-1950). Pada tanggal 24 Januari 1949 Dewan Keamanan PBB bersidang. Dalam
sidang tersebut Amerika Serikat mengeluarkan resolusi yang disetujui oleh semua
Negara anggota, yaitu:
a. Membebaskan presiden dan wakil
presiden serta pemimpin-pemimpin Republik Indonesia yang ditangkap pada tanggal
19 Desember 1948.
b. Memerintahkan KTN agar memberikan
laporan lengkap mengenai situasi di Indonesia sejak 19 Desember 1948.
Hasil-hasil keputusan lainnya yang berhasil dicapai oleh PBB
di antaranya adalah:
a. Piagam Pengakuan Kedaulatan (27
Desember 1949).
b. Pembentukan RIS.
c. Pembentukan Uni Indonesia-Belanda.
d. Pembubaran tentara KNIL dan KL yang
diintegrasikan ke dalam APRIS.
e. Piagam tentang kewarganegaraan.
f.
Persetujuan
tentang ekonomi keuangan.
g. Masalah Irian Barat akan dibicarakan
kembali setahun kemudian.
Dengan pengakuan kedaulatan tanggal
27 Desember 1949, maka berakhirlah masa revolusi bersenjata di Indonesia dan
secara de jure pihak Belanda telah
mengakui kemerdekaan Indonesia dalam bentuk Negara Republik Indonesia Serikat
(RIS).
Tanggal 17 Agustus 1950, RIS
dibubarkan dan dibentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada tanggal
28 September 1950, Indonesia diterima menjadi anggota PBB yang ke-60
0 komentar:
Post a Comment