Sunday 17 January 2016

PERJUANGAN MEWUJUDKAN KEMBALI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (NKRI)

            Masa-masa revolusi fisik merupakan masa yang cukup berat bagi bangsa Indonesia, oleh karena itu, bangsa Indonesia berjuang untuk merebut kembali wilayah yang menjadi miliknya melalui perjuangan diplomasi maupun mengangkat senjata.

Negara-negara Boneka Bentukan Belanda
Berbagai macam cara telah dilakukan Belanda untuk menanamkan kekuasaannya kembali di Indonesia dengan membonceng pasukan sekutu Inggris dan juga melalui pembentukan Negara-negara bagian dalam wilayah Republik Indonesia.
Pembentukan Negara-negara boneka bertujuan untuk mengepung kedudukan pemerintahan Republik Indonesia atau mempersempit wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Pemerintah Indonesia selalu menuntut wilayah Indonesia adalah wilayah bekas jajahan Hindia Belanda, yaitu dari Sabang sampai Merauke. Tetapi, wilayah yang diakui oleh Belanda adalah wilayah Jawa dan Sumatera. Sementara di daerah-daerah tersebut juga telah berdiri Negara-negara boneka.
Setiap Negara bagian ciptaan Belanda dikepalai oleh orang Indonesia yang ditunjuk oleh Belanda. Melalui Negara-negara boneka ciptaannya itulah pihak belanda membentuk Pemerintahan Federal dengan Van Mook sebagai kepala pemerintahannya.
Negara-negara Boneka Bentukan Belanda
Negara
Tahun Berdiri
Wilayah Kekuasaan
Wali Negara
Negara Indonesia Timur
Desember 1946
Sebelah timur Selat Makassar dan Selat Bali
Cokorda Gde
Raka Sukawati
Negara Sumatera Timur
Disetujui 25 Desember 1945
Diresmikan 16 Februari 1947
Medan dan sekitarnya
Dr.Mansur
Negara Sumatera Selatan
30 Agustus 1948
Palembang dan sekitarnya
Abdul Malik
Negara Jawa Timur
26 November 1948
Surabaya, Malang, dan daerah-daerah sebelah Timur hingga ke Banyuwangi
R.T Kusumonegoro
Negara Pasundan
26 Februari 1948
Wilayah Priangan, Jawa Barat dan sekitarnya
R.A.A Wiranatakusumah
Negara Madura
16 Januari 1948
Pulau Madura dan sekitarnya
Cakraningrat
Daerah-daerah otonom
-Kalilmantan Barat
-Dayak Besar
-Banjar

-Kalimantan Tenggara







-Jawa Tengah


-Bangka, Belitung, dan Riau


Oktober 1946
Desember 1946
Januari 1948

Maret 1947







Maret 1949


Januari 1947


Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Banjar dan sekitarnya
Pulau Laut dan daerah yang berseberangan dengan Kalimantan Tenggara seperti daerah Pagetan, Cantung dan Sampangan
Banyumas, Pekalongan, Semarang
Kepulauan Riau, Bangka, dan Belitung


Sultan Hamid II

2.     Perjanjian Roem-Royen
Perjanjian Roem-Royen merupakan perundingan yang membuka jalan ke arah terlaksananya Konferensi Meja Bundar (KMB) yang menjadi cikal bakal terwujudnya NKRI yang utuh. Perundingan ini dilakukan untuk meredakan konflik Indonesia-Belanda setelah bangsa Indonesia dengan gigih mempertahankan wilayahnya dari segala agresi Belanda, dan diakhiri dengan jalan diplomasi.
      Atas inisiatif komisi PBB untuk Indonesia, maka pada tanggal 14 April 1949 diselenggarakan perundingan di Jakarta di bawah pimpinan Merle Cochran Anggota Komisi dari Amerika Serikat. Delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Mr.Moh.Roem dan delegasi Belanda dipimpin oleh Dr. H.J. Van Royen.
      Pernyataan pemerintah Republik Indonesia dibacakan oleh Mr. Moh. Roem yang berisi antara lain :
a.      Pemerintah Republik Indonesia akan mengeluarkan perintah penghentian perang gerilya
b.      Kerja sama dalam hal pengembalian perdamaian dan menjaga keamanan serta ketertiban
c.       Turut serta dalam KMB yang bertujuan untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang lengkap dan tidak bersyarat kepada Negara Republik Indonesia Serikat

Kemudian pernyataan delegasi Belanda dibacakan oleh Dr. H.J Van Royen yang berisi antara lain :
a.      Pemerintah Belanda setuju bahwa pemerintah Republik Indonesia harus bebas dan leluasa melakukan kewajiban dalam satu daerah yang meliputi Karesidenan Yogyakarta.
b.      Pemerintah Belanda membebaskan secara tak bersyarat pemimpin-pemimpin Republik Indonesia dan tahanan politik yang ditawan sejak tanggal 19 Desember 1948.
c.       Pemerintah Belanda setuju bahwa Republik Indonesia akan menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat.
d.      Konferensi Meja Bundar (KMB) akan diadakan secepatnya di Den Haag sesudah pemerintah Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta.
Pemerintah darurat Republik Indonesia di Sumatera memerintahkan Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk mengambil alih pemerintahan Yogyakarta dari pihak Belanda.
Pada tanggal 22 Juni 1949, diselenggarakan perundingan segitiga antara Republik Indonesia, BFO dan Belanda. Perundingan itu diawasi PBB yang dipimpin oleh Chritchley menghasilkan 3 keputusan yaitu:
a.      Pengembalian pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta yang akan dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 1949.
b.      Perintah penghentian perang gerilya.
c.       KMB akan dilaksanakan di Den Haag.
Pada tanggal 1 Juli 1949 pemerintah Republik Indonesia secara resmi kembali ke Yogyakarta. Panglima Besar Jendral Soedirman tiba kembali di Yogyakarta tanggal 10 Juli 1949. Pada tanggal 13 Juli 1949 diselenggarakan sidang cabinet Republik Indonesia yang pertama. Mr. Syafruddin Prawiranegara mengembalikan mandatnya kepada Wakil Presiden, Moh. Hatta, mengangkat Sri Sultan Hamengkubuwono IX menjadi Menteri Pertahanan merangkap Ketua Koordinator Keamanan.
3.     Konferensi Inter-Indonesia
Konferensi ini diselenggarakan pada bulan Juli dan Agustus 1949. Hasilnya antara lain:
a.      Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan demokrasi dan federalism (serikat).
b.      RIS akan dikepalai oleh seorang presiden dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada presiden
c.       RIS akan menerima penyerahan kedaulatan, baik dari Republik Indonesia maupun dari Kerajaan Belanda
d.      Angkatan Perang RIS adalah Angkatan Perang Nasional, dan Presiden RIS adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS
e.      Pembentukan Angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia sendiri. Angkatan Perang RIS akan dibentuk oleh Pemerintah RIS dengan inti dari TNI dan KNIL serta kesatuan-kesatuan Belanda lainnya.

4.     KMB (Konferensi Meja Bundar) dan Pengakuan Kedaulatan
Pada bulan Agustus 1949, Presiden Soekarno sebagai Panglima Tertinggi di satu pihak dan Wakil Tinggi Mahkota Belanda di pihak lain, mengumumkan perintah penghentian tembak-menembak. Perintah itu berlaku efektif mulai tanggal 11 Agustus 1949 untuk wilayah Jawa dan 15 Agustus 1949 untuk wilayah Sumatera.
Pada tanggal 4 Agustus 1949 pemerintah Republik Indonesia menyusun delegasi untuk menghadiri KMB yang terdiri atas Drs. Moh. Hatta (ketua), Mr. Moh. Roem, Prof. Dr. Soepomo, dr. J. Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo, Ir. Djuanda, dr.Sukiman, Mr.Suyono Hadinoto, Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel T.B Simatupang dan Mr. Muwardi. Delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Kesultanan Pontianak.
Pada tanggal 23 Agustus 1949, KMB dimulai di Den Haag, Belanda. Konferensi berlangsung sampai tanggal 2 Nopember 1949 dan hasilnya sebagai berikut:
a.      Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai Negara merdeka dan berdaulat.
b.      Status Karesidenan Irian Barat diselesaikan dalam waktu setahun sesudah pengakuan kedaulatan.
c.       Akan dibentuk Uni-Indonesia-Belanda berdasarkan kerja sama sukarela dan sederajat.
d.      RIS mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak konsesi dan izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
e.      RIS harus membayar semua utang Belanda yang ada sejak tahun 1942.

Sementara itu pada tanggal 29 Oktober 1949 dilakukan penandatanganan Piagam Persetujuan Konstitusi RIS. Selanjutnya KNIP bersidang dari tanggal 6-14 Desember 1949 untuk membahas hasil-hasil itu. Pemungutan suara dengan KNIP menerima hasil KMB.
Pada tanggal 14 Desember 1949 didakan pemilihan Presiden RIS dengan calon tunggal Ir.Soekarno, kemudian dilantik dan diambil sumpahnya pada tanggal 17 Desember 1949. Cabinet RIS pertama dan satu-satunya dipimpin Drs. Moh. Hatta dilantik oleh presiden pada tanggal 20 Desember 1949. Kemudian pada tanggal 23 Desember 1949 delegasi RIS berangkat ke Belanda unuk menandatangani akte penyerahan kedaulatan.
Pada tanggal 27 Desember 1949, baik di Indonesia maupun di Belanda diadakan upacara penandatanganan akte penyerahan kedaulatan. Pihak Belanda yang hadir pada waktu itu antara lain Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees, dan Menteri Seberang Lautan A.M.J.A Sasseu. Pihak RIS diwakili oleh Drs. Moh. Hatta.
Pada tanggal 29 Januari 1950, Jenderal Soedirman meninggal dunia pada usia 32 tahun.
5.     Peran PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
PBB turut membantu dan berusaha menyelesaikan pertikaian bersenjata antara Indonesia dan Belanda selama masa revolusi fisik (1945-1950). Pada tanggal 24 Januari 1949 Dewan Keamanan PBB bersidang. Dalam sidang tersebut Amerika Serikat mengeluarkan resolusi yang disetujui oleh semua Negara anggota, yaitu:
a.      Membebaskan presiden dan wakil presiden serta pemimpin-pemimpin Republik Indonesia yang ditangkap pada tanggal 19 Desember 1948.
b.      Memerintahkan KTN agar memberikan laporan lengkap mengenai situasi di Indonesia sejak 19 Desember 1948.
Hasil-hasil keputusan lainnya yang berhasil dicapai oleh PBB di antaranya adalah:
a.      Piagam Pengakuan Kedaulatan (27 Desember 1949).
b.      Pembentukan RIS.
c.       Pembentukan Uni Indonesia-Belanda.
d.      Pembubaran tentara KNIL dan KL yang diintegrasikan ke dalam APRIS.
e.      Piagam tentang kewarganegaraan.
f.        Persetujuan tentang ekonomi keuangan.
g.      Masalah Irian Barat akan dibicarakan kembali setahun kemudian.
Dengan pengakuan kedaulatan tanggal 27 Desember 1949, maka berakhirlah masa revolusi bersenjata di Indonesia dan secara de jure pihak Belanda telah mengakui kemerdekaan Indonesia dalam bentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
Tanggal 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan dan dibentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada tanggal 28 September 1950, Indonesia diterima menjadi anggota PBB yang ke-60

0 komentar: